Batman Begins - Help Select

Senin, 23 November 2015

Bayang Semu




02, November 2012
          Dear diary,
          Tak satupun tindakanmu yang ku lupa pada malam itu. Pagi kau begitu baik, sampai aku tahu kalau minuman itu ternyata kau campuri obat tidur. Terngiang perputaran atap kamar, lama untuk kusadari bahwa tubuhku terlentang telanjang di atas ranjangmu. Kau menodaiku beberapa kali hingga ku rasakan sakit dibagian kewanitaan ini. Entah apa yang kau pikirkan, beraninya kau meniduri putri tunggal kesayangan dari sahabat arisan ibumu itu. Sesaat setelah kau puas dengan nafsu bejatmu dan kita berdua sudah mulai lemas tak berdaya, hanya air mata yang bisa aku ungkapkan untuk mengakui betapa kotor dan hinanya diriku pada saat itu. Trauma ini tak akan pernah hilang dari pikiranku. Tubuh indahku kini hanya seonggok daging yang pernah diludahi anjing hutan.

                Tak sengaja aku membuka diary yang sepertinya sengaja diletakkan di atas meja ruang tamu. Dengan membuka secara acak halaman demi halaman, ku tahu jika cerita pada lembar tengah ini seakan menarik untuk ku baca. Ketika Tantri sedang membuatkanku secangkir teh hangat, aku mempercepat bacaanku.
            Tahun 2013 lalu, aku menjadi mahasiswa baru di kota besar ternama. Postur tubuhku padat dan agak tinggi. Rambut pendek ikal dan hidung mancung, membuatku percaya diri ketika memulai hidup di kota orang. Mungkin karena sifatku yang ramah terhadap setiap orang yang kujumpai, aku selalu mendapat banyak teman baru, Tantri salah satunya. Mahasiswi cantik, putih, berpostur tinggi dengan rambut lurus panjang agak kemerahan serta menjadi idaman bagi para mahasiswa baru lainnya dan para senior.
            “Joko, silahkan diminum!” Serontak aku dikagetkan dengan keberadaan Tantri yang tiba-tiba sudah berada didepanku. Apa yang harus kukatakan dengan buku diarynya yang berada ditanganku. “Iya terima kasih tan. Ehh, maaf aku gak sengaja buka diarymu. Abisnya kamu sih, masak buku ginian ditaruh diruang tamu.”
            Hanya senyum malu yang ada dimuka Tantri. “Ohh, gak apa-apa, baca aja. Itung-itung daripada kamu bengong sendirian.” Ucap Tantri.
            “Kamu sendirian di rumah tan? Mana ayah sama ibumu?”
            “Mereka jarang berada di rumah, ada di luar kota.” Ujar Tantri.
            Beberapa saat setelah kuminum teh hangat buatan Tantri, ada yang aneh pada tubuhku. Seperti pusing dan mengantuk. Tak lama kemudian Tantri masuk kekamar, dan mengganti pakaiannya. Anehnya, kenapa pintu kamar Tantri tak ditutup. Jadi dari awal dia menanggalkan satu per satu pakaiannya, aku dapat melihat dengan jelas tubuh mulusnya itu. Mungkinkah dia sengaja melakukannya? Ahh pikirku, kenapa aku terangsang hanya dengan gambaran seperti itu. Akankah dia menambahkan obat perangsang pada minuman tadi? Tak lama kemudian dia menghampiriku. Dia hanya mengenakan pakaian tipis halus dan seperti transparan. Perlahan dia mulai menggodaku. Aku hanyut dalam rayuannya yang membingungkan ini. Ada apa dengan Tantri? Kenapa dia melakukan hal tersebut? Akankah aku hanya bermimpi?
            “Tantri, apa yang sedang kamu lakukan? Bukankah kita akan ke kampus hari ini? Kenapa kamu memakai pakaian seperti ini?”
            “Tenang aja Joko, kamu ngantuk kan? Dirumah gak ada siapa-siapa kok. Kita santai-santai dulu.”
            Kulihat bentuk dada menonjol dan padat tersebut. Pikiranku mulai tak karuan. Aku tak bisa menahan rasa ini, justru semakin kuat hasratku ingin bercumbu dengan Tantri. Tak usah berlama-lama diruang tamu, dia langsung ku gendong menuju kamar tidur. Tantri yang berwajah cantik mirip cina memang masih muda, namun dia sudah berpengalaman kurasa. Mulai kulumat bibir kecil tipisnya itu dan kurangkul pundaknya. Tantri pun membalas dengan menghembuskan nafas yang semakin membuatku terangsang. Tangannya mulai bergerak nakal menjelajah bagian kemaluanku. Terasa hangat sentuhan Tantri seakan membuat mataku tak bisa terbuka dan hanya nafas tersengal-sengal yang terdengar menghiasi ruangan cinta siang itu.
            “Ayo Jok, aku udah gak tahan nih. Agak cepetan dong!”
            “Pelan-pelan tan, sakit nih anuku kamu remas terus” kataku sambil mencopot pakaian milik Tantri. Dia lalu berbaring disebelahku sambil mengocok kemaluanku yang sudah mengeras tegang. Dia mengulum dengan lidah dan mulut manisnya. Terasa geli namun enak sekali. Jilatan Tantri semakin keras, terasa semakin nikmat dengan kupegang kedua buah dadanya yang besar dan kenyal itu.  “Ahh, terus tan.. enak banget. Ahh terus..”
            Tak kusadari tiba-tiba ibu Tantri sudah berdiri di depan kamar serta memergokiku. Pikiranku sudah tak karuan karena omelan ibu Tantri serta teriakannya yang semakin membuatku takut. Tantri memakai pakaiannya dan menghampiri ibunya. Betapa kagetnya diriku, ternyata mereka berdua sudah bersekongkol untuk menjebakku. Baru kusadari bahwa ternyata aku hanya dimanfaatkan oleh mereka. Mau tak mau, aku terpaksa akan dinikahkan dengan Tantri, walau berat hati tapi apa kata sudah. Memang aku masih menjabat sebagai mahasiswa baru tahun ini, namun aku sudah memiliki bisnis sendiri yang bisa dikatakan sudah bisa mencukupi kebutuhan finansial bagi sebuah kehidupan berkeluarga. Betapa bodohnya diri ini sampai tak menyadari bahwa aku hanya dimanfaatkan sebagai seorang suami karena tragedi pemerkosaan yang terjadi dalam diary tadi.
            Beberapa bulan aku hidup dirumah Tantri yang sudah menjadi istriku, rasanya aku ingin membeli rumah dan hidup sendiri, karena Tantri adalah sosok yang cerewet dan suka meminta untuk dibelikan hal-hal aneh yang menurutku kurang berguna. Tentunya hal tersebut sangat menguras dompetku. Selain itu, beban pikiran yang harus kutanggung sendirian membuat konsentrasi pada studiku terganggu. Tugas sering terlambat, penempuhan kredit mata kuliah menjadi tidak maksimal, nilai kurang memuaskan, dan pastinya hal ini berimbas pada lamanya studi yang aku tempuh. Sempat berpikir bahwa aku akan menceraikan Tantri, namun beberapa kali aku mengurungkan niatku karena perceraian bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Di lain sisi, Tantri sudah mulai mengandung. Semakin berat beban pikiran ini. Aku harus tetap menjaga perasaan dan pikiran Tantri agar dia tidak stress dan tidak ikut merasakan beban seperti yang aku tanggung ini.
            Pernah beberapa kali kami bertengkar hanya karena hal sepele. Mungkin ini bisa terjadi karena kami masih terlalu muda untuk urusan rumah tangga serta beban pikiran yang sudah terlalu menumpuk, lalu ada hal-hal kecil yang menganggu sehingga membuat hati menjadi mendadak emosi diiringi rasa marah yang berkelanjutan. Walaupun sering terjadi pertengkaran antara aku dan Tantri, namun aku tidak pernah sekali-kali bermain tangan alias menampar atau menyakitinya dalam bentuk fisik.
            Sampai pada suatu saat menjelang UAS, aku mendapat kenalan kakak senior. Dia begitu cantik, baik, ramah kepadaku, dan bisa aku ajak curhat melimpahkan semua masalah yang aku alami. Untungnya dia tidak pernah malu dan menghindar untuk berteman denganku. Hal ini memotivasi hari-hariku di kampus. Diona, itu adalah nama kakak senior yang kukenal cukup dekat akhir-akhir ini. Tingginya sama denganku, kulitnya putih dengan rambut bergelombang. Kami sering belajar bersama, kebetulan satu bidang konsentrasi. Tentunya dia sangat pintar dan berpengalaman dalam ilmu yang kita tempuh. Semakin lama aku bersama Diona, rasanya aku sudah mulai melupakan Tantri dan ingin sekali melepas belenggu kehidupanku. Anak muda mana sih yang mau terkekang oleh sebuah rumah tangga yang bisa dikatakan tidak harmonis seperti rumah tanggaku saat ini.
            Aku mulai memperlihatkan ketertarikanku terhadap Diona. Dia sebenarnya sudah tahu jika aku sudah berkeluarga, namun dia begitu memahamiku. “Jika bebanmu terlalu berat, aku siap membantumu kapan aja Joko.” Nada lembutnya memanjakan hari-hariku.
            Setiap Tantri mendengarkan ceritaku tentang Diona, dia selalu marah-marah gak jelas, padahal sudah aku jelaskan bahwa hubunganku dengan Diona hanya sebatas teman belajar saja. Hal ini membuat teman-teman dekatku merasa risih dengan apa yang setiap hari aku lakukan bersama Diona, mulai belajar, makan siang, dan ngobrol bersama. Mereka merasa risih karena statusku yang menjadi suami Tantri, tapi aku malah sering bercerita tentang Diona. Semua teman dekatku mulai menyelidiki siapa Diona sebenarnya dan mengapa dia begitu mudahnya membuatku terpikat olehnya.
            Tantri bersama teman dekatku mulai heran, karena tidak ada satupun dari kakak senior yang mengenal bahkan mengetahui jika ada nama Diona pada angkatan mereka. Penyelidikan ini mulai terungkap ketika Tantri dan para teman dekatku menanyakan tentang Diona kepada salah satu pengajar di kampus. Mereka kaget, karena Diona menurut salah satu pengajar tersebut, adalah mantan mahasiswi angakatan lama. “Sekitar 9 tahun yang lalu, ada mahasiswi yang kuliah disini. Dia bernama Diona, ciri-cirinya sama persis dengan apa yang kalian ceritakan. Tapi setelah beberapa semester, kami tidak mengetahui keberadaannya. Bahkan orang tuanya sempat lapor ke kepolisian, namun Diona masih tetap tidak bisa ditemukan. Saya sendiri merasa heran jika sekarang ada mahasiswi bernama Diona yang kuliah disini tanpa sepengetahuan kami. Mungkin kalian salah orang.” Tutur salah satu dosen.
            Setelah perbincangan berlanjut, Tantri langsung pulang kerumah. Aku yang sudah berada di kamar mandi dan terlanjur telanjang, tiba-tiba Tantri mengetok pintu dan memaksa untuk masuk. “Mas, buka mas. Aku mau masuk.”
            “Iya bentar, tunggu aku selesai mandi. Kamu mau mandi juga apa?” tanyaku.
            “Nggak, aku mau masuk aja. Cepet mas!” desak Tantri.
            Setelah kubukakan pintu dan dia masuk, aku diberi pertanyaan yang kurasa konyol untuk didengar.
            “Mas, temanmu Diona yang selalu bersamamu itu, apakah dia mahasiswi satu fakultas dengan kita?”
            “Sayang, aku lagi mandi. Kenapa tiba-tiba tanya gitu? Aneh kamu.” Kujawab dengan senyum.
            “Ayolah mas serius. Aku pengen tahu. Tadi dikampus aku menanyakan Diona pada dosen. Tapi beliaunya gak tahu kalau ada mahasiswi bernama Diona.”
            “iih, ngaco kamu. Udahlah, aku mandi dulu. Keburu telat nih mau kuliah.”
            Bukannya pergi, tapi Tantri malah menggodaku. Dia menyiramku dengan air disaat aku masih keramas. Lalu perlahan dia mendekatkan badannya, dan mulai menciumku. Kusuka saat dia bermain nakal, dia selalu berhasil membuatku terangsang dengan hal-hal kecil menggoda.
            “Kamu mas, kalo ditanya gak mau jawab, rasakan nih..” dengan cepatnya dia memegang kemaulanku dan mulai mengocoknya. Karena sudah terkena shampoo, jadi terasa licin dan enak. “Ahh, jangan nakal. Aku buru-buru sayang. Ahh..” desahanku yang begitu lirih agar tak terdengar oleh tetangga. Tantri malah mulai membuka bajunya. Kulihat payudara itu seperti dua benda bulat dan kenyal yang ingin ku lumat sampai ke pangkalnya. Rasa ini tak tertahankan hingga aku menghentikan aktivitas mandiku. Ku peluk dia dan ku lumat bibirnya. Rasanya masih sama seperti pertama kali ku lakukan hal yang sama padanya. Ku pegang puting payudaranya, sedikit ku olesi sabun mandi agar terasa licin. Kulihat warna pink menonjol pada ujung payudara itu. Ku cubit-cubit manja, dan Tantri pun mulai mendesah kenikmatan. Beberapa saat kemudian dia ku suruh terlentang dan kami pun bercinta.
            “Pelan-pelan mas, terus..jangan berhenti. Ahh..enak mas. Terus..”
            Desahannya semakin membuat sifat kejantananku keluar. Penisku yang sudah mengeras tegang, kumainkan didalam lubang kenikmatan milik Tantri. Dia mengerang nikmat, kusumpal mulutnya dengan handuk, agar desahannya tak terdengar oleh para tetangga rumah sebelah. Ku peluk dia, mungkin karena saking enaknya, tak kusadari kuku-kuku tantri mencengkaram punggungku hingga terluka. Ku teruskan cumbuan ini, sampai Tantri dan aku mencapai puncak kenikmatan. “Mas terus, dikit lagi keluar. Ahh.. Ahh..terus mas.”
            “Aku juga mau keluar nih.. Uhh..dikit lagi.”
            “Aahhhh..maasssss.. keluar nih. Ahh..” kurasakan badannya bergetar dipelukanku dibarengi dengan semburan spermaku di dalam kemaluan Tantri. Begitu nikmatnya saat-saat itu di kamar mandi. Waktu kuliah pun aku lupakan. Tantri terlentang lemas di bawahku, lalu ku bersihkan sisa-sisa cairan kami dengan air. Akhirnya kami mandi bersama, karena terlanjur gerah dan penuh keringat. Mengingat karena sudah terlanjur terlambat kuliah, aku putuskan untuk tetap pergi ke kampus untuk menyicil tugas UAS.
            Sesampainya di kampus, aku bertemu dengan Diona. Dia berkata kepadaku bahwa teman-temanku sering membicarakannya dibelakangnya. Hal ini mebuat Diona merasa terganggu. Kubilang bersabarlah. “Jok, kita ini hanya teman kan. Aku tahu kalau kamu sudah mempunyai istri. Tapi sebenarnya disini aku sangat kesepian. Tak satupun teman yang kumiliki.”
            “Kan aku temanmu, tenang aja. Lagian kan kita gak melakukan hal-hal aneh.” Senyumku sedikit menghiburnya.
            “Jok, mana istrimu? Aku belum pernah mengobrol dengannya. Maukah kamu mengenalkanku dengannya? Kurasa akan menyenangkan.”
            “Hahaha..benar juga ya. Kita sudah berteman agak lama namun aku belum pernah mengajak istriku menemuimu. Dia lagi tidur di rumah. Gampang dah kapan-kapan, ok? Belajar yuk?”
            Tanpa kusadari teman-temanku membuntutiku. Mereka sangat berambisi untuk mencari tahu siapa Diona itu sebenarnya. Mereka mungkin berpikir bahwa Diona adalah teman astralku. Melihatku yang setiap hari berbicara sendiri di kampus, membuat para temanku menganggap bahwa aku stress karena terlalu banyak tugas.
            Suatu malam aku pergi ke kampus, biasa lah. Jika sedang mengikuti suatu UKM, maka harus aktif hadir dalam rapat mingguan atau membahas agenda yang akan diadakan selanjutnya. Di atas gedung aku melihat seorang wanita berdiri sendiri menatap ke arah entah kemana. Pikirku dia mungkin sedang bersama teman-temannya melakukan hal konyol untuk merayakan hari jadi atau hari kelahiran apalah yang bersifat bodoh. Ketika sedang melewati koridor, aku bertemu Diona. Nampak ada yang aneh pada penampilannya malamini. Dia seperti basah kuyup dengan pipi dan tangan yang lebam membiru. Kutanya tentang keadaannya, “Diona, ada apa denganmu? Kamu terlihat aneh malam ini.”
            “Aku kedinginan Joko. Habis mandi, gerah tadi, gak tau kenapa jadi dingin gini. Aku gak bawa handuk, terpaksa ku usap dengan pakaianku.”
            “Tapi pipi dan lenganmu? Kenapa jadi biru gitu?”Saking penasarannya, kusentuh lengan Diona.
            “Jangan! Gak apa-apa kok. Ini hanya kosmetikku yang luntur terkena air tadi. Udah, aku mau pulang dulu. Sampai jumpa.”
            Lalu Diona beranjak pergi. Aku mencium bau aneh di sepanjang koridor. Bau tetesan air bekas Diona mandi. Baunya seperti bangkai hewan, sedikit amis dan membuat nafas sedikit sesak. Tiba-tiba HPku bunyi, tanda ada panggilan masuk. Terdapat nomor baru disitu. “Halo, selamat malam.” Anehnya tak ada yang menjawab, hanya suara gemerincing yang ada di barengi dengan rintihan seorang wanita yang tak begitu jelas. Pikirku mungkin ini orang lagi iseng. Yasudahlah  aku lanjutkan berjalan menuju tempat rapat.
            Keesokan harinya, ketika libur akhir pekan, aku memutuskan untuk membersihkan rumah. Sudah lama sepertinya rumah mertuaku tidak dibersihkan. Ruang tamu yang memanjang kebelakang gandeng dengan ruang TV terlihat usang dan banyak sarang laba-laba. Terpaksa aku membersihkan rumah sendiri. Karena bapak dan ibu mertuaku belum pulang dari luar kota sedangkan istriku Tantri entah kemana. Sambil menyapu dan mengelap lantai serta jendela, aku terus berpikiran tentang Diona. Begitu indahnya dia bagiku. Namun para temanku dan istriku begitu benci dirinya. Ahh, apa yang aku pikirkan? Segitu mudahnya aku jatuh hati kepada seorang wanita yang belum jelas statusnya menurut teman-temanku. Tak sengaja aku menemukan buku diary milik istriku, yang tersimpan rapi diantara tumpukan koran di bawah meja di sebuah gudang. Ku ingat dulu saat pertama kali aku membaca diary ini, kisahnya begitu menarik untuk diresapi. Namun jika diingat-ingat lagi, hatiku terasa sakit. Bagaimana tidak, istriku satu-satunya ternyata sudah pernah dinodai oleh pria yang tidak tahu siapa dan seperti apa rupanya.
            Kuhentikan aktivitasku untuk sesaat demi membaca dan lebih mendalami tentang istriku. Lembar per lembar dan kata per kata kuresapi. Baru aku tahu kalau istriku ternyata agak sedikit tomboy dulu waktu di SMA. Senyumku menghapus letih badan ini. Sampai pada halaman tengah, kuulangi untuk kedua kalinya membaca cerita yang tak akan pernah terlupakan itu. Hatiku merasa sakit, bahkan untuk seseorang yang tidak begitu ku cintai, aku merasa ada yang tercuri dari hidupku. Rasa ibaku membanjiri seluruh halaman tersebut dengan air mata. Tak kusadari jika aku menangis membaca bagian itu. Tak kusangka begitu pahitnya kenyataan yang dialami oleh istriku. Mungkin mulai saat ini aku akan lebih memperhatikan dan lebih memahami apa yang istriku mau. Sampai pada halaman terakhir kubaca, begitu sulit kosa kata yang digunakan untuk kupahami.

01, Juni 2013
          Dear diary,
          Hari ini, hari dimana aku sudah tak sanggup lagi menahan malu. Caci demi caci kuterima bersamaan dengan sumpah serapah dari orang-orang terdekatku. Sudah kujelaskan dari awal apa yang telah terjadi, tapi mengapa mereka tak memahamiku sedikitpun. Desakan dari orang tua untuk menggugurkan kandungan ini begitu kuat demi menutupi aib keluarga. Namun apa kata, meski anak yang ku kandung ini berasal dari kebiadaban seorang lelaki, namun aku sangat menyayangi anak ini. Tak tega aku jika sampai aku kehilangan calon buah hatiku. Mungkin ini akan menjadi tulisan terakhirku sebelum ku lakukan suatu hal yang sangat penting demi melidungi martabat orang tuaku. Selamat tinggal dunia, atas nama benih kasih dan angan yang terbuang, aku pulang.

            Apa maksud dari tulisan ini? Apa yang sedang dia bicarakan? Aku termenung sesaat sambil berpikir inti dari masalah yang dia curahkan di lembar terakhir. Tak mau berlama-lama melamun, kulanjutkan aktivitasku.
            Keesokan harinya aku berniat menemui teman-teman dekatku untuk meluruskan semua masalah. Mereka bilang kalau gadis bernama Diona itu adalah sesosok arwah penasaran. Serontak angin berhembus kencang membuat merinding semua bulu ditubuh. Tapi aku tetap tidak mempercayai hal tersebut. Daripada masalah berlarut tak terpecahkan, kuputuskan untuk menghindar dan mulai melupakan Diona. Kenyataannya, untuk menghindar dari seseorang yang sudah terlanjur dekat sangatlah sulit untuk dilakukan.
            Setelah berdiskusi tentang hal terbaik yang akan ku ambil, Diona tiba-tiba muncul lalu menarik tanganku dari belakang dan mengajakku bergegas menuju lantai atas. Perasaan penasaran, gelisah, serta takut yang amat sangat bercampur dalam benakku. Benarkah dia ini hantu arwah penasaran seperti yang diceritakan oleh teman-temanku? Aku ingin lari teriak sekencang mungkin, tapi tubuh ini seakan terhipnotis. Tak bisa ku tolak ajakan Diona yang begitu terburu-buru.
            Sesampainya diatas, dia bercerita bahwa didalam tandon tempat menyimpan pasokan air harian kampus, terdapat mayat gadis yang mati muda. Seketika mataku melotot dan jantungku seakan berdetak ingin lepas dari rusuknya. Ternyata benar, Diona telah meninggal dan tidak ada satupun yang menyadari keberadaan jasadnya. Aku sudah tak bisa berpikir lagi, rasa takut ini serasa ingin membunuhku. Mengapa? Mengapa harus aku yang mengalami nasib sial seperti ini? Aku ingin lari, tapi tak bisa. Kaku semua badan dan pikiran sudah melayang tak karuan.
            “Ternyata benar apa yang mereka katakan. Kamu itu arwah penasaran yang mengganggu jiwaku kan?” teriakku sambil menangis. Dan dia pun menatap tajam mataku. Itu membuatku semakin takut dan menyebabkan air mataku keluar bersamaan dengan ingus. Tak kusadari celanaku telah basah kuyup saking takutnya aku terhadap hantu tersebut. Setelah itu, matanya berkaca-kaca, diam sejenak dan perlahan menghampiriku berusaha meraih badanku. Tubuhku yang sudah terlanjur kaku, hanya bisa pasrah. Mungkinkah aku akan ikut mati bersamanya? Terdengar setelah itu rintihan tangisnya yang sangat menakutkan. Lalu dia memelukku.Diona mulai mengatakan sesuatu yang lirih. Dia berkata tentang sebuah kematian karena penyesalan hidup. “Joko, aku sebenarnya bukanlah sosok seperti yang dikatan teman-temanmu. Aku ini masih hidup, dan bukanlah hantu.”
            “Bohong!” Hentakku. “Jika benar kau bukan hantu, lalu jasad siapa yang ada di dalam tandon itu? Kau hanya mempermainkanku. Mana mungkin di dalam tandon ada mayat seseorang sedangkan kami semua tidak menyadarinya?” Begitu kesalnya aku karena merasa dibohongi oleh lelucon yang sudah kelewat batas. Lalu aku berlari dan naik ke tangga untuk membuka tandon demi mengungkap kebenaran. Setelah kubuka palka penutup atas, aku terpeleset dan jatuh kedalam tempat penyimpanan air tersebut. Tubuhku mendarat tepat di atas seonggok daging busuk dipenuhi belatung dengan aroma yang sangat menyengat hingga memusingkan kepalaku. Terlihat sesosok jasad yang sudah tak karuan wajah dan tubuhnya, kulitnya putih menguning dengan lunturan warna biru legam dibagian wajah. Rambutnya berceceran diseluruh badanku. Kondisinya mengenaskan sehingga tak bisa dikenali siapakah sebenarnya jasad ini. Aku hampir pingsan kaget serta muntah-muntah tak ada hentinya. Belatungnya berceceran memenuhi seisi tandon, tubuh yang membengkak terus-menerus mengeluarkan suara aneh dari dalam perutnya, seperti guncangan air yang ingin meledak keluar.
Diona lalu menarikku keluar. Sampai diluar tandon, aku pingsan. Setelah beberapa saat, aku terbangun, dan astaga, baunya seakan tak pernah hilang. Bau busuk yang masih menyengat dengan sisa-sisa rambut di seluruh bajuku. Diona lalu menjelaskan, bahwa malam disaat kami bertemu di koridor, dia baru saja menemukan jasad adiknya yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Dia tahu kalau ada jasad disitu karena sumber air kampus yang selalu berbau busuk serta warnanya agak kekuningan. Identitas adiknya ditemukan pada sebuah tas berisi dompet yang mengambang, itulah mengapa saat kami bertemu di koridor, badannya basah kuyup dan berbau busuk. Ada kemungkinan dia juga terpeleset saat berusaha mengambil tas yang ada didalamnya. Diona adalah kakak kandung Tantri. Dia sengaja menyamar menjadi mahasiswi dan dekat denganku hanya untuk mencari tahu informasi tentang kasus hilangnya Tantri yang belum terpecahkan.
            Walau sulit untuk diterima, itulah kenyataannya. Dalam hati aku hanya bisa menangis serta meyesal, betapa gila dan bodohnya diriku setelah hidup dan membangun rumah tangga bersama arwah penasaran Tantri. Mengetahui jika Diona ternyata masih hidup, ada banyak hal yang perlu kutanyakan kepadanya, namun seketika dia tidak ada disisiku. Apa yang terjadi? Dimana Diona? Disini, di lantai tiga tepat di sebelah tandon, aku diam kebingungan. Mendung yang kelam membuat hujan turun dengan lebatnya dibarengi angin dan sambaran petir yang terus menjerit.

Kasih Tak Sampai



Tak sedetikpun Gayuh mampu melupakan Seto yang telah menghianatinya. Gayuh sangat mendendam. Ia kini sungguh membenci laki-laki itu. Pria dengan tubuh sedikit kekar, kulit kuning langsat, serta kumis tipis dibawah hidung mancungnya, membuat Seto yang hanya seonggok daging berbalut seragam loreng begitu dikagumi oleh semua orang serta menjadi idaman semua wanita. Suara wibawanya begitu bergerincing berduet gema dihati orang yang didekatnya. Pernah satu bangku ketika SMA, Gayuh sudah lama menyimpan rapi hasrat untuk memiliki pria idamannya tersebut. Gayuh memang mengagumi sosok Seto, namun impiannya untuk memiliki lelaki tersebut seakan terdengar seperti doa keputusasaan. Bagaimana tidak, belum pernah Gayuh menatap matanya dan bertahan disitu untuk waktu yang lama, dikarenakan keberadaan Seto menciptakan fluks magnetic bagi para wanita.
Diambilah jalan pintas, seketika setelah bersambang kerumah yang konon katanya orang pintar, hati Gayuh sedikit merasa tentram dan sedikit termotivasi untuk mendapatkan jiwa raga Seto. Sesampainya dirumah, dibacalah beberapa mantera dengan sedikit tambahan asap wangi dan hiruk riuk garam yang dicampur arang. Setelah beberapa saat, terdengar vibrasi diikuti sayuk lagu asmiranda. Ternyata Seto yang menelpon. Diangkatlah. “Hallo Seto? ada apa?” dijawablah sama Seto, “Gayuh! Asal kamu tahu. Aku dulu memang homo, tapi sekarang aku udah insyaf. Jadi jangan guna-guna aku.” Mendengar hal itu, pria dengan perut buncit dan rambut ikal tersebut langsung mendadak lemas. Aterosklerosis yang sudah lama dideritanya kini kambuh diikuti perasaan kecewa pupus memalukan dan dendam yang mendidih merah.

Intai Amfibi



Hari ini langit terlihat cerah seperti biasanya, angin hangat membuat liburan kami terasa sempurna dengan aroma mesin pemotong rumput yang khas dan suara orang-orang yang sedang sibuk dengan kebun masing-masing. Pagi itu aku beserta istri dan kedua putri kecilku sedang berlibur sebuah tempat dimana orang-orang sering membicarakannya. Pantai dengan pasir putih bersih dan ombak biru serta pohon-pohon kelapa yang membuat panas menjadi rindang, disitulah kami baru saja tiba. Setelah kami menurunkan perbekalan, aku menyiapkan tempat kecil di bawah pohon kelapa untuk tempat makan serta minum. Kulihat kedua bidadari kecilku sedang berlarian di pantai, bermain ombak, berenang, didampingi ibu mereka.
Aku mengikuti seleksi AAL dan dinyatakan lulus berkat impian dan usahaku untuk menjadi seorang patriot, setelah beberapa tahun berlayar keliling dunia dan menjalani pendidikan militer, aku berniat bergabung dengan sekolah penembak jitu. Negara menghabiskan banyak dana demi melatih serta mengajariku cara bertahan hidup dalam keadaan sesulit apapun. Oleh karena itu, setelah dinyatakan lulus, atasan menempatkanku dalam pasukan intai amfibi, salah satu pasukan khusus AL. Aku sering ditugaskan dalam misi pembebasan sandera di laut lepas, mengintai pergerakan musuh di perbatasan wilayah laut, serta misi penyergapan terhadap markas musuh yang berusaha meneror wilayah laut kami. Menjadi seseorang yang penting dalam sebuah kesatuan membuatku jarang berada di rumah. Sesekali jika mendapat cuti entah walau hanya dua hari, hal tersebut kugunakan untuk berkumpul bersama keluarga.
Sedikit melamun, aku dikagetkan oleh istri dan kedua putriku. Waktu sudah siang dan ini saatnya untuk makan serta berteduh dari hangatnya matahari. Angin sepoi-sepoi dari lautan lepas dan nyanyian ombak yang khas menghiasi makan siang kami, dengan penuh senyum canda tawa kami habiskan waktu itu untuk bersenang-senang. “Pa, hpmu bunyi. Ada yang menelpon” istriku menaruh makanannya dan mengambilkan hpku. Kulihat ternyata dari markas. “Selamat siang, Sersan Agung siap melapor!”. setelah beberapa percakapan berlangsung, “Siap laksanakan ndan! Segera meluncur.” Dengan mengucap kata maaf kepada istri dan kedua anakku, aku mengajak mereka segera pulang. Entah misi apa lagi yang akan diberikan kepadaku, aku tak sempat bertanya karena atasan memerintahkanku untuk segera menuju markas. Sejenak kebahagiaan hilang terlintas pada siang hari itu. Sesampainya dirumah aku segera mandi dan berbegas menuju markas.
Staff memberiku sebuah peta yang menunjuk pada sebuah wilayah hutan lebat di perbatasan negara. Pihak intel menginformasikan bahwa ada banyak pergerakan lawan melewati garis batas wilayah negara. Jadi misi kali ini adalah mengamankan wilayah perbatasan yang diduga telah diterobos masuk oleh pihak musuh. Sebelum terjun ke lokasi, kami diberi pengarahan tentang strategi serta menyiapkan perbekalan untuk kedepannya. Setelah beberapa saat, tibalah helikopter yang siap mengantar kami menuju ke lokasi. Lima pasukan intai amfibi ditambah satu operator komunikasi dan satu penembak jitu yaitu aku, berangkatlah kami dengan penuh semangat membela tanah air.
Sesampainya di lokasi, kami langsung membuat perimeter aman untuk mempersiapkan penyergapan. Setelah membaca peta dan arah mata angin, kami membuat beberapa jebakan di lokasi-lokasi tertentu dengan menambah beberapa ranjau. Hal ini ditujukan untuk memancing musuh. Ketika musuh bergerak maju, mereka akan langsung masuk ke lubang penyergapan. Saat semua sudah dipersiapkan dengan matang, kami memulai penyergapan. Berjalan sekitar dua kilometer, lokasi lawan telah ditemukan. Dengan penuh kehati-hatian kami mengawasi, menggunakan bahasa isyarat aku menuju ke belakang batu yang penuh semak belukar. Disitu aku mempersiapkan senapanku. Dua pasukan bergerak ke sayap kanan, dua lainnya ke sayap kiri, lalu dua sisanya menekan ke tengah. Tugasku disini memberi dukungan ketika ada pihak musuh yang tidak diketahui bergerak secara tiba-tiba. Jantung semakin berdebar kencang, keringat serasa mengalir deras. Kicauan khas burung kecil menandai serangan kami secara seporagis nan terarah. Musuh yang tidak mengetahui kedatangan kami langsung berhamburan mencari tempat berlindung. Bagiku, tak ada tempat yang luput dari pengawasan teropong laras panjang ini. Kami mulai menghabisi mereka satu per satu. Satu hal yang tidak kami ketahui adalah mereka ternyata memiliki beberapa senapan serbu yang sudah diletakkan di tempat yang tak diketahui. Kami dibalas dengan dihujani peluru. Demi menghindari amukan timah panas, kami dipukul mundur menuju rawa-rawa. Melenceng jauh dari rencana awal kami. Bertahan dengan serbuan musuh yang tak ada habisnya. “minta bantuan udara, kirim F-16!” Aku memerintahkan operator komunikasi untuk menghubungi markas meminta bantuan. “turtle fighter menghubungi markas, kami dihabisi. Segera kirim burung besi. Ulangi kami dihabisi, segera kirim burung besi!” selangkah demi selangkah kami mundur menghindari serangan musuh. Lalu, rencana apa yang akan kami jalankan. Suasana ricuh rentetan senjata membuat pikiran semakin tertekan dan sulit untuk mengatur ulang strategi. “RPG!” teriak salah satu temanku. Lalu tiba-tiba “DUUUAAAARRRRR..” ledakan roket yang menghantam kami.
Suara sunyi mengalahkan teriak para teman-temanku. Sesaat setelah para jones mengepung dan menembaki kami, aku mendapati tiga pasukan terbaikku tewas seketika. Berperang melawan penembak runduk serta pasukan yang terlatih memang tidaklah mudah. Ini seperti misi bunuh diri. Yang menjadi petanyaanku pada saat itu adalah, kenapa pimpinan tidak segera mengirim tim evakuasi serta pasukan pendukung. Dengan berlari melintasi rawa berair dan rumput alang-alang setinggi orang dewasa, kami semakin terpojok dengan sisa amunisi yang sangat minim. Kulihat sebatang kayu tumbang yang cukup besar untuk kami berlindung sementara. Kini hanya tinggal kami berdua. Kulihat temanku terus menembak dengan menekan perut yang terus mengucurkan darah. “Sersan, magasinku habis” terdengar lirih bersamaan dengungan di dalam kepala. “Granat!” temanku mengorbankan diri dengan menindih granat tersebut. Tak bisa kubayangkan pulang hanya tinggal nama, sedangkan kesempatan untuk mundur adalah mustahil. Kulihat potongan tubuh temanku berserakan di seragamku. “Apa yang kupikirkan?” Di dalam pistol tersisa satu amunisi. “Akankah kematian menjadi sahabat terbaikku saat ini?”
Pandanganku mulai kabur, semua terlihat putih. Rasanya aku berhalusinasi memikirkan keluarga dirumah.  Sesekali terlintas kedua putri kecilku berlari dengan senyum. Terlihat sekilas wajah cantik istriku. “Apakah aku sudah berada di surga? Inikah kedamaian yang aku impikan setelah sekian lama?” tak lama kemudian terdengar suara samar-samar “Sersan Agung! Apa kau mendengarku? Bangunlah! Mari kita keluar dari sini. Sersan Agung! Sersan Agung!” aku membuka perlahan mataku, tubuh ini seakan mati rasa.  “Sersan Agung! Apa kau mendengarku? Sersan Agung!” saat aku berhasil membuka kedua mataku, ada seorang wanita didepanku. Tak terlihat jelas. “Bangun Agung!” dengan perasaan kaget aku melihat istriku berteriak “Agung! Sudah berapa kali kau ku panggil? Anakmu sudah pulang mengaji! Cepat kau jemput sana!”

Percumbuan keramat



                                                                                    Source text      : Titanic - Malificient
                                                                                    Genre              : Crossover/Gore


                Cerita ini dimulai saat Jack mengajak Malificient makan malam. Bukan disebuah restaurant, rumah makan ataupun ditempat mewah lainnya, melainkan disebuah apartemen tua tak berpenghuni. Niat Jack mengajak makan malam Malificient di tempat tersebut adalah untuk melamar Malificient, dikarenakan hubungan persahabatan mereka yang sudah belangsung cukup lama. Tibalah mereka berdua pada apartemen tua tersebut. Saat mulai memasuki sebuah ruangan, Malificient kaget dengan interior dan hiasan ruangan tersebut. Betapa indah dan menariknya hiasan yang dibuat Jack. Terdapat banyak lilin yang diletakkan di atas lantai dan meja, bunga-bunga ditaburkan dimana-mana, bau harum yang khas dan irama musik klasik yang menambah suasana romantis. Hal ini sudah dipersiapkan oleh Jack sebelumnya demi membuat Malificient kagum dan akan lebih menyukainya.
            Dimulailah makan malam itu, dengan diawali cerita tentang hal-hal yang menyenangkan, canda tawa dan beberapa pujian demi memikat hati Malificient. Pada saat yang tepat setelah selesai makan malam, Jack langsung berlutut di hadapan Malificient dengan memegang sebuah benda kotak berwarna merah berisi cincin di dalamnya. Jack lalu menyatakan isi hatinya yang tersimpan rapi selama ini, dia mengatakan bahwa persahabatan pun masih kurang baginya, maka dari itu Jack meminta Malificient untuk menjadi kekasih sekaligus pendamping hidupnya. Dengan penuh percaya diri dan kata-kata yang sangat romantis, Jack memegang tangan Malificient untuk memakaikan cincin di jari manisnya. Belum sempat terpakai, Malificient menarik tangannya dan mengatakan bahwa ini hanyalah sebuah lelucon. “Kita sudah berteman sangat lama, apakah ini salah satu leluconmu? Lihatlah dirimu, kamu bukan tipe lelaki yang aku ingin jadikan sebagai suamiku Jack” Ujar Malificient. “Tapi bukankah kedekatan kita selama ini membuatmu merasa nyaman dan ingin melanjutkan ke hubungan yang lebih dekat lagi? Aku serius Malificient.”
“Ayolah Jack, leluconmu kali ini tidaklah lucu. Aku malah merasa sedih kau mengatakan itu. Kita ini masih kuliah dan kamu pun juga belum bekerja. Aku nyaman denganmu karena kamu itu lucu Jack.” Tegas Malificient. Lalu Malificient berdiri dan mengatakan sesuatu pada Jack “Maaf sobat, lebih baik kita berteman saja” rupanya pernyataan Malificient telah membuat Jack marah dan merasa terhina, hal ini telah menggelapkan hati serta pikiran Jack. Segera setelah Malificient meninggalkan Jack, tiba-tiba jack menusukkan sebuah pisau ke pinggang Malificient. “Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain pun juga tidak!” secara terus-menerus Jack menikam bagian belakang Malificient hingga dia meningal. Setelah itu Jack membawa tubuh Malificient ke dalam sebuah kamar dengan membaringkannya diatas sebuah kasur usang. Entah apa yang merasuki Jack, tega-teganya dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau, mondar-mandir kesana kemari memikirkan cara agar dia tidak ketahuan dan tertangkap polisi. Dia semakin tidak tenang, gemetaran, menangis karena penyesalan. Akhirnya Jack memutuskan untuk menyimpan dan menyembunyikan mayat Malificient di dalam apartemen ini.
Kejadian malam itu sungguh telah merubah akal dan pikiran Jack, dia mulai melakukan hal-hal aneh pada mayat Malificient. Pada malam selanjutnya, dia menggendong mayat Malificient dan didudukkan di kursi yang sudah disiapkan. Jack mengajak makan malam mayat Malificient. Tapi sebelum itu, Jack melakukan sebuah hal gila. Dia mengambil pisau dan membedah dada Malificient lalu menjahitnya kembali. Dia mengambil hati dan jantungnya, lalu menaruhnya di atas piring. Karena obsesi Jack yang sangat besar untuk memiliki Malificient, dia memakan jantung dan hati Malificient secara mentah-mentah. Sungguh Jack yang gila. Setelah melahap organ dalam tersebut, Jack memutar musik dan berdansa dengan mayat Malificient. Tidak cukup sampai disitu, setelah lelah berdansa, Jack menggendong mayat Malificient ke dalam kamar dan bercinta dengannya. Hal ini terus-menerus dilakukan Jack dari hari ke hari.
Hingga pada suatu malam, Jack mendapati tubuh Malificient mulai membusuk sampai mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Dia mulai berpikir tentang cara membuat tubuh Malificient tidak hancur demi terus menikmatinya. Maka mulailah Jack mempersiapkan berbagai macam alat serta bahan seperti pisau, gunting, gergaji, jarum dan benang hingga cairan pengawet mayat. Dia membedah dan mengeluarkan semua organ dalam lalu diganti dengan dakron kemudian menjahitnya lagi. Jack telah berhasil membuat boneka manusia asli. Dia lalu membuat sebuah peti khusus untuk menyimpan boneka Malificient.
Akhirnya Jack bisa terus memiliki wanita idamannya tersebut. Seminggu sekali Jack memandiknnya dengan cairan pengawet, lalu dibasuh dengan air kembang supaya wangi dan mengganti pakaiannya setiap setelah bercinta agar selalu terlihat hidup dan menarik. Jack berpikiran ingin menciptakan sesuatu yang Tuhan belum pernah ciptakan sebelumnya. Terkadang tubuh Malificient dihangatkan dulu dengan merendamnya dalam air panas, agar ketika Jack bercinta dengannya, akan terlihat lebih hangat seperti bercinta dengan manusia yang lain. Bahkan sebelemu tidur, Jack sering membacakan cerita malam untuk kekasihnya tersebut, berharap dia bisa hidup untuk menemani Jack.
Pada suatu malam, genap 40 hari setelah kematian Malificient, Jack merasa ada sesuatu yang kurang enak. Pikirannya terganggu dengan bayangan masa lalu, terus dihantui oleh rasa bersalah serta penyesalan yang dalam. Untuk memastikan Malificient dalam keadaan baik, tengah malam Jack pergi ke apartemen. Dengan memakai jas hujan karena malam itu gerimis dan membawa senter yang sepertinya daerah apartemen tua tersebut memang sedang padam listrik, Jack langsung masuk melalui pintu belakang seperti biasanya. Ketika hendak menaiki tangga menuju lantai dua, Jack mendengar suara lirih perempuan seperti sedang bernyanyi. Suaranya samar-samar, pikir Jack mungkin itu hanyalah efek suara yang dihasilkan oleh air hujan saat tertiup angin. Suaranya menghilang saat Jack mencapai lantai dua. Lalu tiba-tiba ada suara wanita tertawa terkikih-kikih, namun suaranya kurang begitu jelas karena hujan menjadi lebih deras dari sebelumnya. Jack bingung, kenapa di dalam apartemen tua ini ada suara seseorang. Jack sangat takut jika benar ada orang lain yang mengetahui bahwa disini telah terjadi pembunuhan. Maka dari itu Jack segera mengendap-endap menuju suatu ruangan ke ruangan lain demi mencari tahu siapakah orang yang berhasil masuk ke apartemen ini. Jack sengaja tidak memakai cahaya senter agar kehadirannya tidak diketahui oleh orang tersebut. Berjalan tanpa suara, melihat dengan teliti, Jack terus bertanya-tanya siapakah sebenarnya orang ini?. Hingga pada sebuah kamar mandi, Jack melihat seorang wanita berdiri diam di antara dua pintu, Jack langsung berlari menghampirinya berharap bisa menangkapnya, namun orang tersebut berlari dan langsung menghiang.
Hujan semakin deras diiringi dengan suara guntur yang terus menggelegar dan angin yang semakin kencang. Jack semakin kesal dengan orang yang terus dikejarnya, dia begitu sulit untuk ditangkap dan seakan mengejek Jack dengan terus tertawa terkikih-kikih. Karena lelah terus berlari, Jack memutuskan untuk mengambil mayat Malificient dan membawanya keluar dari apartemen. Dia menuju ke dalam sebuah kamar tempat mayat Malificient disimpan. Terlihat dalam kegelapan sebuah peti besar berdiri masih terkunci. Dilihat gemboknya masih terpasang, menandakan bahwa tak ada orang yang membukanya. Jack ingin memastikan bahwa tidak akan ada orang orang yang melihatnya membawa mayat Malificient keluar, jadi sebelum itu, Jack menyalakan senter dan menyorotkan ke segala sudut ruangan. Saat semua sudah dipastikan aman, Jack membuka perlahan gembok dari atas ke bawah. Lalu membuka peti tersebut. “Hai Jack, apa kau merindukanku?” Sapa Malificient.
 

Rabu, 03 September 2014

A Little Thing that will Change the World



            Recently, many people are worry about the effect of the damage of the environment in the earth, as result they think that it is the natural disaster. How come? We have not realized it yet that actually it is our fault. For the example, we throw the rubbish not at the rubbish bin, we cut down the tree and we do not plant it to replace that. If these activities are not stopped soon, it will make the damage of the environment in the earth.
            Many things could become the factors of the damage of earth, such as smoke from factories, car exhaust fumes, CFC from aerosol cans, refrigerator, and AC, cutting down forest as well. The first are smoke from factories and car exhaust fumes. Concentration of smoke increases carbon dioxide in the air. It could cause a big hole in the ozone.
            The second are CFC from aerosol cans, refrigerator, and AC. In the big cities, it is normal to use refrigerator to freeze food and beverage. Not only refrigerator, even AC is the primary needs for everyone in the city. The big use of them cause CFC spread free out in the air, it could also make the damage of the ozone layer. If it is not stopped soon, it could increase skin cancer, even sour rain. What a dangerous the effect it is! There is nothing we can do if the ozone layer has broken, just minimize the damage so that it will not be more bad in the future.
            The last is cutting down forest. It is always called as illegal logging. The main reason of illegal logging is for building the factories. For the example in Riau, Indonesia, many factories are built there. Not only in Riau, even in Kalimantan and Irian Jaya as well. Beside for building factories, many people cut down trees are for sold abroad. The quality of trees in Indonesia is good, so it is normal if the price is more expensive in abroad than in Indonesia. Cutting down forest could make the amount of oxygen in the air decrease and all of sudden it could cause nature disaster such as flood and landslide. As result, the harvest will fail and there will be many victims because of this.
            It is our duty to save the earth from the damage. There are many things we can do to keep earth still be better off. To minimize the damage of the environment, we could start from little thing. We just need a will, without will we could not do anything, even so a will without action is impossible. Start to throw the rubbish into the rubbish bin. Do not throw the rubbish into the river. Plant more trees, it will increase the amount of oxygen in the air and keep the earth still green. Try to be an innovator by recycling anything and go to the dump to put anything that can be recycled. We do not want this earth where we live change to a big hot ball with death smoke onto it. So let us start to save this earth by using public transportation and minimize the use of CFC, plant more trees, and stop wasting the water.
            Human as the main actor in this world is more important to change the world to be better in the future. We should not destroy the nature. For our better next generations, it is important for us to share and teach children about the important of nature for our life and give direction to youth to make sure that nature where we live is not only a home, but nature is our friend, too. Let us go green.

Selasa, 12 Agustus 2014

Bunga bakung

jangan pernah melihat sekelilingmu dengan paras sedih
jangan pernah menganggap bahwa engkau tak berguna
jangan pernah bertanya apa dan mengapa
sedihnya hati mungkin menganggu
luka di perasaan mungkin tak pernah bisa terobati
gusar karena terabaikan bukanlah hal untuk di derita
apapun ketika memang sudah menjadi keharusan
hanya DIA yang akan mengerti
tak ada bunga yang buruk
tergantung siapa yang melihat
meski kau hanya dihiasi lampu kota
bagiku itu sebuah mahkota cahaya dengan tiga batu permata

Minggu, 06 Juli 2014

Kupu-Kupu Kusam

kau bagai burung
dengan sangkar emas
canda tawa tatapmu
tersimpan iba
terbang dan tersungkur
dihias lampu kota
meski peluh payah
tak menghalangi sedikitpun
apakah dihatimu
tertanam dengki iri
melihat senyum sekitar
berpeluk kasih hangat
kau mencoba berlari
dari pahit kenyataan
terkapar terkulai
tertusuk duri pijar
kupu-kupu kertas
canda tawa dan tangismu
seakan hanya kaulah
yang merasakannya
berjalan di sepi malam
dihias lampu temaram
dan apa yang kau beri
seakan membungkam sepi
jika harus memilih
mungkin kau duduk
padang rumput hijau
dan danau ditengahnya